Ada orang bertanya, jika Allah adalah Kasih dan kasih itu tidak
cemburu (1 Kor 13:4), mengapa dikatakan bahwa Allah itu cemburu (Kel
20:5; Ul 4:24)?
Istilah ‘cemburu’ yang kita pahami sekarang memang cenderung mengarah
kepada arti negatif. Artinya sering dihubungkan dengan rasa iri, atau
curiga terhadap pihak lain. Nampaknya inilah yang terjadi dalam jemaat
sebagaimana ditulis oleh Rasul Paulus di dalam suratnya di Korintus
(lih. 2Kor 12:20) dan Roma (lih. Rm 13:13). Rasul Paulus mengkhawatirkan
adanya “perselisihan dan iri hati…./ quarelling and jealousy (RSV) dalam jemaat.
Namun dalam Kitab Suci, kata yang sama, dapat digunakan untuk
menggambarkan arti yang baik. Kata ‘cemburu’ dalam bahasa Ibrani adalah qi’nah, atau dalam bahasa Yunani zelos, mempunyai
akar kata ‘hangat/ panas’. Maka tergantung konteksnya, kata ‘cemburu’
ini dapat digunakan untuk menggambarkan baik suatu perasaan negatif,
ataupun positif. Rasul Paulus menggunakan kata yang sama ini, zeloo, ‘earnestly desire’,
yang diterjemahkan LAI dengan ‘berusahalah untuk memperoleh’, yaitu
untuk memperoleh karunia-karunia rohani (lih. 1Kor 12:31; 14:1,39). Atau
yang lebih eksplisit adalah dalam suratnya yang kedua kepada jemaat
Korintus, Rasul Paulus berkata:
“Sebab aku cemburu kepada kamu dengan cemburu ilahi.
Karena aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk
membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus. Tetapi aku takut,
kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati
kepada Kristus, sama seperti Hawa diperdayakan oleh ular itu dengan
kelicikannya. Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang
memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau
memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima
atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima.” (2 Kor 11:2-4)
Pada ayat-ayat tersebut, ‘cemburu’ mempunyai arti positif, yaitu:
mengasihi sedemikian, sehingga menjaga agar jangan sampai yang dikasihi
tersesat dan tidak setia. Dalam arti yang positif inilah, Allah
dikatakan sebagai Allah yang cemburu. Allah tidak cemburu dalam arti iri
hati terhadap bangsa Israel, tetapi bahwa Ia begitu mengasihi bangsa
Israel dengan kasih yang kuat bagaikan api yang panas, yang tidak
menghendaki umat-Nya mendua hati. Demikianlah kita membaca dalam Kitab
Ulangan, “Sebab TUHAN, Allahmu, adalah api yang menghanguskan, Allah
yang cemburu” (Ul 4:24); sebagai kesimpulan dari nasihat Nabi Musa agar
bangsa Israel tidak melupakan perjanjian dengan Allah, dengan menjadi
tidak setia (lih. Ul 4:21-23). Di sini Kitab Suci menggambarkan
perkawinan rohani antara Allah dengan umat-Nya bagaikan kasih antara
suami dan istri. Allah menghendaki agar bangsa pilihan-Nya hanya
menyembah-Nya sebagai Allah yang satu-satunya. Sayangnya, bangsa Israel
berkali-kali tidak setia kepada Allah, mereka berpaling kepada para
dewa/ berhala, sehingga dalam Kitab Suci sering dikatakan bahwa bangsa
Israel dan Yehuda ‘bersundal’ (lih. Yer 3:6-10). Sebaliknya, Allah
adalah Allah yang tetap setia. Allah tetap menunjukkan bahwa kasih-Nya
kepada umat-Nya itu adalah kasih yang begitu total dan kuat/ intense,
yang menghendaki balasan yang serupa. Ia menjaga umat-Nya dengan kasih
yang ‘cemburu’ dalam arti positif, yang tak ingin bertoleransi dengan
kehadiran allah-allah lain di tengah umat-Nya (lih. Kel 20:3-6, Yos
24:24-16,19-20, dst). Arti ‘cemburu’ ilahi yang sedemikian berbeda
dengan ‘cemburu’ yang disebutkan oleh Rasul Paulus dalam 1 Kor 13:4.
Namun karena akar katanya sama, arti positif dan negatif dari kata
tersebut, disampaikan dalam kata yang sama.