Pendahuluan
Cerita ini adalah yang saya alami pada tahun 2000. Saat itu saya
sedang mengunjungi sanak keluarga suami yang tinggal di Jawa Tengah.
Suami saya tidak ikut, karena sedang bertugas di luar negeri. Karena
hampir semua dari anggota keluarga mereka beragama Kristen Protestan,
maka pada hari Minggu terakhir sebelum saya pulang ke Jakarta, mereka
mengajak saya ikut kebaktian di gereja mereka. Karena saya pikir saya
toh masih dapat mengikuti misa sore setibanya saya di Jakarta, maka saya
setuju saja, karena saya tidak ingin merepotkan mereka untuk
mengantarkan saya spesial ke gereja Katolik.
Kebaktian berlangsung khusuk. Injil hari itu adalah mengenai
“mengasihi Allah dan sesama”, dan Bapak Pendeta mengutip kesepuluh
Perintah Allah yang ada di Kitab Keluaran 20. Ayat ke-3 menekankan
supaya kita tidak menyembah allah yang lain selain Allah Tritunggal.
“Oh, sama dengan ajaran Gereja Katolik”, pikir saya. Namun penjelasan
ayat yang ke-4 dan ke-5 membuat saya terhenyak.[1]
Saat itu, beliau meminta seseorang untuk memberikan selembar uang
kertas sebagai contoh. Katanya perintah Tuhan pada kedua ayat ini
seperti halnya uang kertas, harus tercetak di sisi atas dan di sisi
baliknya, kalau tidak, uang tersebut tidak berlaku. Maka kedua ayat itu
harus diterapkan sekaligus, karena jika tidak artinya kita melanggar
perintah Allah. Maka Pak Pendeta mengatakan kita tidak boleh membuat
patung yang menyerupai apapun di langit dan di bumi, dan tidak boleh
menyembahnya. Dia menyebutkan ‘kekeliruan’ gereja lain (beliau tidak
menyebutkan Gereja Katolik) yang mengajarkan bahwa membuat patung itu
boleh saja, asalkan kita tidak sujud menyembahnya sebagai Allah.
Kemudian, beliau bertanya kepada jemaat, siapa dari antara hadirin yang
berpendapat demikian. Hati saya bergemuruh, karena yang saya tahu, yang
dilarang adalah membuat ‘patung’ yang kemudian disembah sebagai Tuhan.
Jadi, saya memutuskan untuk mengangkat tangan saya, walaupun saya
dipandang dengan tatapan aneh oleh banyak yang hadir. Hanya ada dua
orang (termasuk saya) yang mengangkat tangan, dari sekitar 400 orang
yang hadir. “Anggapan yang keliru”, kata Bapak Pendeta, dan saya
bertekad dalam hati untuk menjelaskan hal ini kepadanya setelah
kebaktian.
Sayangnya, saya tidak berkesempatan untuk bertemu dengan Pak Pendeta
setelah kebaktian. Saya pulang ke Jakarta dengan hati gundah. Satu
minggu berikutnya saya isi dengan mempelajari Kitab Suci dan buku-buku
ajaran Gereja Katolik mengenai hal patung ini. Minggu berikutnya saya
menulis surat kepada beliau, dengan menuliskan ayat-ayat Alkitab yang
menjadi dasar bagi Gereja Katolik yang menganggap bahwa membuat patung,
memajang patung ataupun berdoa di depan patung bukanlah suatu
penyembahan berhala, asalkan kita tidak tunduk menyembah patung itu dan
menganggapnya sebagai Tuhan. Sampai sekarang, saya tidak pernah menerima
balasan dari Bapak Pendeta tersebut. Namun, saya hanya berharap agar
beliau dapat memahami dasar pengajaran Gereja Katolik dalam hal patung
ini dan tidak beranggapan bahwa Gereja Katolik mengajarkan sesuatu yang
‘keliru’.
Surat kami kepada Bapak Pendeta
Berikut ini saya sertakan surat kepada Bapak Pendeta tersebut, yang
sesungguhnya dapat ditujukan juga kepada siapa saja yang menganggap
orang Katolik menyembah patung:
Salam damai dalam kasih Kristus,
Pertama-tama saya ingin mengucapkan terimakasih atas kesempatan yang
diberikan kepada saya untuk mengikuti Kebaktian Minggu tanggal 17
September 2000, yang bertemakan “Kasihilah Tuhan dengan segenap hatimu
dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap kekuatanmu, dan kasihilah
sesamamu seperti dirimu sendiri”.
Saya terkesan dengan kotbah tersebut, hanya ada beberapa bagian yang
berbeda dengan pengajaran di dalam Gereja saya, yaitu Gereja Katolik.
Memang, Pak Pendeta tidak menyebut langsung ‘Gereja Katolik’ dalam
khotbah Bapak, tetapi saya merasa terdorong untuk menjelaskan hal itu
mengingat banyaknya kesalahpahaman yang terjadi antara jemaat Kristen
Protestan dangan kami umat Katolik.
Dan setelah mendiskusikannya dengan suami saya, maka kami memutuskan
untuk menulis surat ini dalam semangat kasih persaudaraan dalam Kristus.
Kami menyadari, bahwa perbedaan adalah hal yang wajar. Dan dengan
semangat mencari kebenaran itu sendiri yang berasal dari Tuhan, kami
ingin menjelaskan hal-hal dan latar belakang, serta dasar iman Katolik
yang berkaitan dengan kotbah Bapak pada saat itu, yaitu mengenai ayat:
3)Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.
4)Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi.
5)Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah
kepadanya, sebab Aku, Tuhan, Allahmu, adalah Allah yang cemburu yang
membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang
ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci aku.
Menurut khotbah Bapak, ayat yang ke-4 dan ke-5 tidak dapat
dipisahkan, sehingga artinya adalah kita tidak boleh membuat patung, dan
tidak boleh menyembah sujud kepadanya.
(Analogi yang Bapak sampaikan pada waktu itu adalah uang kertas dua
puluh ribu rupiah yang memiliki 2 sisi). Jadi anggapan bahwa membuat
patung itu diperbolehkan asal tidak sujud menyembahnya, dianggap KELIRU.
Kami ingin mengutip dari beberapa ayat kitab suci dari beberapa
terjemahan, untuk mengurangi kemungkinan distorsi dari bahasa itu
sendiri.
3) You shall not have other gods besides me (NAB, CCB); no other gods before me (RSV, NIV, KJV);
4) You shall not carve idols (NAB); a graven image (RSV); any graven image (NIV, KJV); a carved image (CCB) for yourselves in the shape of anything in the sky above or on the earth below or in the waters beneath the earth;
5)you shall not bow down (NAB, RSV, NIV, KJV, CCB) before
them or worship them: for I the LORD your God am a jealous God,
visiting the iniquity of the fathers upon the children to the third and
the fourth generation of those who hate me.
Catatan: NAB= New American Bible; RSV= Revised Standard Version; NIV= New International Version; CCB= Christian Community Bible.
Dari referensi di atas, maka terlihat bahwa istilah yang digunakan adalah:
Carved idol, yang artinya adalah “patung berhala” dan carved/graven image
yang berarti “ukiran dari suatu gambaran”. Kalaupun hal ini masih bisa
diperdebatkan, namun tetap tidak mengurangi esensi dari ayat tersebut,
bahwa yang paling penting adalah kita tidak membuat
image/patung/gambaran untuk disembah sebagai allah lain (dalam kaitannya dengan ayat yang ke 3).
Jadi, penyembahan “patung berhala” adalah dosa.
Namun anggapan sebagian orang yang mengatakan bahwa orang-orang Katolik
adalah “sebagian orang Kristen” yang menyembah “patung” karena memiliki
patung Yesus, Maria, santo/santa adalah sungguh-sungguh keliru. Hal ini
adalah karena kesalahpahaman atau pengabaian dari apa yang dikatakan
oleh kitab suci tentang maksud dan penggunaan patung. (Karena orang
Katolik tidak menghormati patung, tetapi menghormati pribadi yang digambarkan di dalamnya). [2]
Anggapan bahwa “Tuhan melarang penggunaan image/gambaran/patung”,
seperti yang dikotbahkan Bapak, menjadi anggapan umum jemaat Protestan,
(sedangkan Gereja Katolik memang melarang patung berhala, tetapi tidak
melarang penggunaan patung untuk keperluan ibadah, karena patung hanya
merupakan lambang saja yang membantu untuk mengarahkan hati kepada
Tuhan).
Kalau kita sungguh-sungguh menyelidiki seluruh kitab suci, kita dapat
menemukan bahwa penggunaan image/gambaran/patung dalam ibadah kepada
Tuhan diperbolehkan, bahkan Allah sendiri yang “memerintahkan”
penggunaan hal tersebut.
Tuhan memerintahkan untuk membuat patung untuk keperluan ibadah
Di samping kutipan kitab Keluaran 20:4-5, marilah kita melihat beberapa kutipan lain dimana Tuhan memerintahkan untuk membuat patung yang
digunakan sebagai lambang yang memberikan gambaran/menunjuk kepada
kehadiran Yesus pada Perjanjian Baru dan kekal, sebagai yang terkandung
dalam ‘Tabut Perjanjian baru’ itu sendiri, dan Putera Allah yang
ditinggikan[3]:
1. Keluaran 25:1,18-20
Berfirmanlah Tuhan kepada Musa: “Dan haruslah kau buat dua kerub (English: cherubims/angels) dari emas,
kau buatlah itu dari emas tempaan, pada kedua ujung tutup pendamaian
itu. Buatlah satu kerub pada ujung sebelah sini, dan satu kerub pada
ujung sebelah sana; seiras dengan tutup pendamaian itu kamu buatlah
kerub itu di atas kedua ujungnya”. Kerub-kerub itu harus mengembangkan
kedua sayapnya ke atas, sedang sayap-sayapnya menudungi tutup pendamaian
itu dan mukanya menghadap kepada masing-masing; kepada tutup pendamaian
itulah harus menghadap muka kerub-kerub itu.”
2. Ketika raja Daud memberikan rencana pembuatan bait Allah kepada Salomo
2. 1 Tawarikh 28:18-19
”..juga emas yang disucikan untuk mezbah pembakaran ukupan seberat yang diperlukan dan emas yang diperlukan untuk pembentukan kereta yang menjadi tumpangan kedua kerub yang mengembangkan sayapnya sambil menudungi tabut perjanjian Tuhan.
Semuanya itu terdapat dalam tulisan yang diilhamkan kepadaku oleh Tuhan
yang berisi petunjuk tentang segala pelaksanaan rencana itu.”
Lihatlah bahwa semua yang tertulis di atas diilhami oleh Tuhan sendiri.
Memang bukan raja Daud yang membangun bait Allah, melainkan raja
Salomo pada tahun ke-empat setelah ia menjadi raja atas Israel. Dan dia
melakukan yang diperintahkan oleh raja Daud, seperti yang tertulis dalam
kitab 1 Raja-raja 6:23-35, “selanjutnya di dalam ruang belakang itu dibuatnya dua kerub dari kayu
minyak, masing-masing sepuluh hasta tingginya ……..” (Dua kerub yang
terdapat pada bait Allah ini menunjuk kepada kehadiran Allah di dalam
tabut perjanjian; dan Yesuslah yang kemudian menjadi pemenuhan dari perjanjian Allah ini).
3. Yehezkiel 41:17-18
… dan di seluruh dinding bagian dalam dan bagian luar, terukir gambar-gambar kerub dan pohon-pohon korma, di antara dua kerub sebatang pohon korma, dan masing-masing kerub itu mempunyai dua muka.
4. Bilangan 21:8
Maka berfirmanlah Tuhan kepada Musa:”Buatlah (sebuah patung) ular tedung
dan taruhlah itu pada sebuah tiang; maka setiap orang yang terpagut,
jika ia melihatnya, akan tetap hidup.” (Ular ini yang ditinggikan Musa
menjadi gambaran dari Yesus Putera Allah yang harus ditinggikan (Yoh 3:14)).
Berdasarkan dasar-dasar tersebut di atas, yang dilarang adalah image/
gambaran/ patung yang dijadikan “allah-allah yang lain” dan menyaingi
Allah yang Satu. Yang dilarang oleh hukum Allah adalah pemujaan terhadap image /gambaran/patung itu sendiri. Dengan demikian, Keluaran 20:4-5 berkaitkan dengan Keluaran 20:3, yaitu jangan ada padamu allah lain di hadapanKu.
Bagaimana kita menjelaskan kontradiksi ayat-ayat tersebut diatas butir 1-4 dengan kitab Keluaran 20:4-5?
Jawabannya sangat sederhana. Kerub/malaikat tidak dianggap sebagai
allah dan tidak memerlukan pemujaan: Mereka adalah gambaran hamba Tuhan.
Hal yang sama diterima oleh gereja Katolik saat ini, adalah penggunaan
patung Yesus, Maria, santo/santa karena mereka bukan allah melainkan gambaran hamba Tuhan.
(Jadi kita tidak menghormati patung itu apalagi menyembahnya, melainkan
menghormati pribadi yang dilambangkannya, karena mereka membantu kita
mengarahkan hati kepada Allah dan bukannya menjadi ‘saingan’ Allah).
Bagaimana umat Katolik menggunakan image/gambaran/patung:
1. Sebagai salah satu alat bantu umat untuk lebih menghayati kedekatannya dengan Yesus Kristus.
Penggunaan patung, lukisan, elemen artistik lainnya bagi umat Katolik
adalah untuk membantu mengingat seseorang atau sesuatu yang
digambarkannya. Sama seperti seseorang mengingat ibunya dengan melihat
fotonya, demikian juga umat Katolik mengingat Yesus, Maria dan orang
kudus lainnya dengan melihat patung/ gambar mereka. (Lagipula, Yesus
sendiri sebagai Sang Putera Allah telah menjadi manusia, sehingga Yesus
sendiri telah menjadi ‘gambaran Allah yang nyata.’ (lihat Kol 1:15)
Karena itu, dengan kedatangan Yesus ke dunia, Allah yang tak kelihatan
menjadi kelihatan, Allah yang dalam Perjanjian Lama dilarang untuk
digambarkan, maka di Perjanjian Baru malah dinyatakan sebagai ‘gambar
hidup’ di dalam diri Yesus. Jadi Yesus memperbaharui ‘tata gambar’
tentang Allah, sebab Ia adalah gambaran Allah sendiri.[4])
Renungkanlah ini: Jika di rumah kita memasang gambar/ foto keluarga
kita, mengapakah kita tidak boleh memasang gambar/foto Tuhan yang kita
sayangi? Gambar/ patung Tuhan Yesus dipasang tidang untuk disembah,
tetapi hanya untuk mengingatkan kita tentang betapa istimewanya Ia di
dalam hidup kita.
2. Sebagai sarana pengajaran
Umat Katolik juga menggunakan image/gambar/patung sebagai sarana pengajaran,
seperti yang diterapkan juga oleh umat Kristen lain terutama dalam
mengajar anak-anak di sekolah minggu, seperti: menerangkan siapa Tuhan
Yesus, mukjijat yang dibuatNya, dll dengan gambar-gambar. (Kita
mengetahui bahwa masalah ‘buta huruf’ baru dapat dikurangi secara
signifikan di Eropa pada abad ke-12; bahkan untuk negara-negara Asia dan
Afrika baru pada abad 19/20. Jadi tentu selama 12 abad, bahkan lebih,
secara khusus, gambar-gambar dan patung mengambil peran untuk pengajaran
iman, karena praktis, mayoritas orang pada saat itu tidak dapat
membaca! Penggunaan gambar/ patung untuk maksud pengajaran ini tentu
bukan berhala, karena mereka akhirnya malah menuntun orang beriman
kepada Tuhan. Hal serupa terjadi waktu kita pertama kali mengajar
anak-anak kecil mengenali benda-benda tertentu. Kita membuat/
menunjukkan pada mereka gambar-gambar sederhana, seperti apel, ikan,
rumah, dst. Tentu saja hal ini tidak bertentangan dengan perintah Tuhan.
Jadi membuat gambar yang menyerupai sesuatu di sekitar kita bukan merupakan dosa asal kita tidak menyembah gambar- gambar itu).
3. Digunakan untuk peristiwa-peristiwa tertentu
Umat Katolik juga menggunakan hal tersebut dalam kesempatan tertentu,
sama seperti umat Kristen pada umumnya mempunyai patung-patung kandang
natal, gambar peristiwa natal, atau mengirim kartu natal bergambar pada
hari natal. (Jika membuat segala gambar/ patung yang menyerupai segala
sesuatu dianggap dosa, apakah berarti kebiasaan mengirimkan kartu Natal
dan menghias pohon Natal dengan kandang Natal, adalah dosa? Jika ya
berarti bahkan menonton TV pun adalah dosa, melihat segala buku
bergambar adalah dosa, menggambar/ melukis adalah dosa, karena semua
objeknya adalah segala sesuatu yang ‘menyerupai apapun yang di langit
dan di bumi’).
Kesimpulan
Jadi, Tuhan memang melarang pemujaan terhadap image/gambaran/patung, tetapi Ia tidak melarang pembuatan image/
gambaran tersebut secara umum. Seandainya Ia melarangnya, maka film,
televisi, video, foto, lukisan, kartu natal bergambar, uang, ataupun
gambar-gambar lainya akan juga dilarang, karena semua itu mengandung
unsur image/ gambaran yang menyerupai sesuatu di bumi atau di atas
bumi….(lihat Kel 20:4) Karena itu, Gereja Katolik melihat ayat ke-4 ini
sebagai kelanjutan dari ayat ke-3, yaitu, agar jangan kita membuat
gambar/ patung untuk disembah sebagai allah lain di hadapan Allah.
Dengan demikian sebenarnya menjadi sangat jelas bahwa baik
umat Katolik maupun umat Kristen lainnya hanya memuja Tuhan yang satu
dan sama, dan sama-sama menentang penyembahan patung berhala.
Kami yakin bahwa masih ada perbedaan-perbedaan yang ada dalam
pengajaran Katolik dan Kristen Protestan. Alangkah baiknya jika kita
masing-masing mau mengerti dasar-dasar atau latar belakang alkitabiah
dan ajaran Gereja yang mendasari pengajaran tersebut untuk mengetahui
kebenaran itu sendiri. Janganlah kita lupa bahwa di antara kita lebih
banyak persamaannya dari pada perbedaannya.
Akhirnya, kami mengucapkan salam hangat kami untuk Bapak Pendeta dan
seluruh jemaat Bapak. Semoga kasih Tuhan Yesus selalu mengikat kita
semua sebagai satu saudara.
Salam dalam damai Kristus,
Ingrid Listiati & Wijoyo Tay
Penutup
Surat ini saya kirimkan kepada Bapak Pendeta tersebut. Nama dan
alamat bapak Pendeta tersebut sengaja tidak saya cantumkan di sini
karena saya pandang tidak perlu, karena yang terpenting adalah isi dari
surat tersebut, untuk kita renungkan bersama. Kesaksian serupa ini
mungkin dapat pula saudara/i alami dengan situasi yang berbeda, dan saya
berharap artikel ini dapat sedikit membantu. Di atas semua itu,
ingatlah bahwa kita harus selalu siap untuk menjelaskan iman kita, namun
harus selalu dengan kelemah-lembutan dan hormat (lih. 1Pet 3:15).
Perlu kita ingat di sini bahwa berhala yang lebih ‘berbahaya’
sekarang adalah bukan terbatas hanya patung, tetapi segala ciptaan yang
kita anggap lebih utama dari Tuhan, misal, uang, TV, pekerjaan,
kedudukan, kecantikan, koleksi barang antik, main game, dst.,
yang menggeserkan peran Tuhan di dalam hidup kita, dan yang menyita
waktu kita sampai tidak ada waktu untuk ke gereja, berdoa dan membaca
sabda-Nya. Hal ini malah lebih nyata pada jaman sekarang, ketimbang hal
membuat patung lembu tuangan (lih. Ul 9:16), namun prinsipnya sama,
yaitu menyembah ciptaan dan bukan Sang Pencipta.
Mari kita refleksikan, apa yang menjadi ‘patung berhala’ di dalam
hidup kita, yang mengambil tempat Tuhan di hati kita. Mari kita berdoa
agar Tuhan membantu kita mengangkat keterikatan kita terhadap
benda-benda tersebut. Dengan demikian kita dapat mengasihi Allah dengan
lebih sungguh, tidak hanya di mulut, tetapi sungguh turun sampai ke
hati.
[1]
Perintah kedua yang dibahas oleh Bapak Pendeta adalah “Jangan membuat
bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di langit… di bumi … atau
yang ada di dalam air di bawah bumi.”(Kel 20:4) Dalam pengajaran Gereja
Katolik, perintah kedua adalah: “Jangan menyebut nama Tuhan Allahmu
dengan sembarangan (Kel 20:7), karena ayat ke-4 yang mengacu pada patung
berhala merupakan kesatuan/kelanjutan dari perintah pertama yaitu,
“Jangan ada allah lain dihadapan-Ku…”(Kel 20:3)
[2]
Lihat Katekismus Gereja Katolik 2132, Penghormatan Kristen terhadap
gambar tidak bertentangan dengan perintah pertama, yang melarang patung
berhala. Karena ‘penghormatan yang kita berikan kepada satu gambar
menyangkut gambar asli di baliknya” (Basilius Spir 18,45) dan “siapa
yang menghormati gambar, menghormati pribadi yang digambarkan di
dalamnya” (Konsili Nisea II, DS 601). Penghormatan yang kita berikan
kepada gambar-gambar adalah satu ‘penghormatan yang khidmat’, bukan
penyembahan; penyembahan hanya boleh diberikan kepada Allah.
[3]
Lihat KGK 2130, Tetapi di dalam Perjanjian Lama, Allah sudah menyuruh
dan mengizinkan pembuatan patung, yang sebagai lambang harus menunjuk
kepada keselamatan dengan perantaraan Sabda yang menjadi manusia:
sebagai contoh, ular tembaga (bdk Bil 21:4-9; Keb 16-5-14, Yoh 3:14-15),
tabut perjanjian dan kerub (bdk. Kel 25:10-22; 1 Raj 6:23-28; 7:23-26).
[4] Lihat KGK 2131, …Dengan penjelmaan menjadi manusia, Putera Allah membuka satu “tata gambar” yang baru.