MARI MEMBANGUN RELASI KASIH DENGAN ALLAH DAN SESAMA
Oleh Romo Herman Yoseph Babey, Pr.
“Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintangNya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia” (Mat 2, 2).
 Kalau kita benar-benar 
masuk ke dalam kehidupan konkrit manusia, banyak dijumpai berbagai sikap
 manusia yang dibangun bersama untuk mengungkapkan relasi cinta. 
Sepertinya manusia berlomba-lomba dalam mengungkapkan cinta kepada 
sesamanya, bahkan ada juga arti cinta yang sepertinya tidak ada kata 
yang tepat untuk melukiskannya. Di tengah maraknya situasi hidup manusia
 seperti ini, hadir sisi lain dari kehidupan manusia yang berseberangan 
dengan relasi cinta, yakni manusia berjuang mempertahankan karakter 
dirinya yang sarat dengan egoisme dan kekelaman sikap; antara lain 
kesombongan, iri hati, dengki, amarah, merencanakan kejahatan dan 
kehancuran hidup sesamanya, dan aneka sikap negatip lainnya. Dua sisi 
kehidupan manusia ini selalu menyertai perjalanan hidup manusia pada 
setiap tingkat kehidupan.
Kunjungan Tiga Raja dari Timur menjadi 
sebuah kabar gembira, karena menunjukkan kehadiran Allah yang penuh 
kasih dan mau menyapa setiap manusia yang berkehendak baik dalam 
kesehariannya. Lewat peristiwa ini, kita dapat menyaksikan pengalaman 
para sarjana dari Timur yang sementara berjuang membangun relasi cinta 
dengan Tuhan. Mereka adalah orang-orang yang percaya akan kebaikan Allah
 dan mempunyai kehendak baik dalam hatinya. Karena itu dengan perjalanan
 yang melelahkan, dengan semangat berkobar, mereka mencari Tuhan.
Relasi kasih dan sikap hidup yang dibangun 
oleh para sarjana ini sangat bertolak belakang dengan apa yang sementara
 dibangun oleh Herodes sebagai seorang raja. Karena takut dan cemas, 
bahwa kedudukannya akan digeser oleh raja yang lain, Herodes 
mengembangkan relasi dan sikap palsu dalam dirinya. Dengan pura-pura 
ingin menyembah Yesus, Herodes kelihatan juga mulai sibuk mencari tahu 
di mana tempat Yesus, raja baru dilahirkan. Herodes yang hidupnya 
dipenuhi dengan sejumlah sikap negatip; sombong, iri hati dan cepat 
marah, mulai merencanakan kemungkinan melenyapkan kehidupan Yesus 
sesegera mungkin untuk mengamankan posisi dirinya.
Saudarku terkasih, hidup yang berkualitas 
di hadapan Allah dan sesama tidak ditunjukkan dengan sejumlah pangkat, 
jabatan dan kedudukan yang kita miliki, tetapi oleh keterbukaan hati 
untuk mempersilakan Allah berkarya dalam diri kita, dan oleh berkemauan 
baik untuk membangun relasi kasih dengan Allah dan dengan sesama. Cara 
hidup seperti ini ditandai dengan sikap kerendahan hati untuk selalu 
mencari dan berjumpa dengan Tuhan, dan menjadikan hidup kita sebagai 
ungkapan syukur dan persembahan yang harum mewangi atas KasihNya. Allah 
sangat mencintai kita dengan menyerahkan AnakNya yang tunggal, supaya 
kita yang percaya kepadaNya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang 
kekal. Dan Yesus telah menunjukkan cintaNya kepada kita dengan 
kematianNya di atas kayu salib. Benarlah apa yang diungkapkan Yesus, 
“Tidak ada kasih yang lebih besar, daripada kasih seorang yang 
memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya”.
Saudaraku! Apakah saat ini kita merasakan 
suatu situasi yang tenang, situasi yang hening, situasi yang sangat 
pantas untuk merenung dan melihat betapa besar kasih Allah atas hidup 
kita? Ambillah waktu untuk merenung, lihatlah KasihNya. Raihlah kasih 
Allah dan tempatkanlah segera dalam hati kita, lalu pancarkan kasih 
Allah yang sama kepada sesama kita. Dengan cara hidup seperti ini, kita 
mengalami peristiwa penampakan Tuhan dalam keseharian kita. Tuhan 
memberkati!




